Slamet Hariyadi*
Pembukaan
Perguruan Tinggi Negeri ketiga di Banyuwangi setelah Politeknik Negeri
Banyuwangi (Poliwangi) dan Sekolah Pilot Loka Pendidikan dan Pelatihan
Penerbang Banyuwangi (LP3B) telah menimbulkan silang pendapat
yang berkepanjangan. Ada banyak yang khawatir terhadap adanya pasal pelanggaran
aturan, disusul lagi tensi kompetisi yang signifikan diantara para
penyelenggara pendidikan di tingkat lokal, membuat persoalan ini berkelanjutan.
Apalagi Universitas Airlangga (UNAIR) sebagai pihak yang ditunjuk Pemerintah
Daerah merupakan Perguruan Tinggi Negeri The
Best Ten di Indonesia, membuat pelaku penyelenggara pendidikan berpikir dua
kali untuk bersaing di level yang sama. Namun setelah ditandatanganinya MoU oleh Bupati Banyuwangi dan Rektor UNAIR,
disaksikan Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud dan Ketua DPRD Banyuwangi pada 10 Juni 2014 lalu,
mari kita analisis bersama untuk menakar manfaat kehadiran PTN di Banyuwangi.
Persoalan pertama adalah kekhawatiran
PTS mengalami penurunan pendaftar akibat hadirnya PTN besar di Banyuwangi.
Kalaupun perasaan ini sempat muncul masih dalam pemikiran yang wajar tetapi perlu
didiskusikan lagi, mengingat segmentasi calon mahasiswa yang akan masuk UNAIR tidak
sama dengan segmentasi yang akan memilih PTS di Banyuwangi. Calon mahasiswa
dengan prestasi dan nilai yang memadai tentunya yang berani masuk ke UNAIR
karena passing-grade di jurusan-jurusan
pilihan yang ada menuntut pencapaian nilai yang tinggi pula, baik dari sisi kualifikasi sekolah asal, prestasi
akademik atau non akademik yang dicapai selama di bangku sekolah pada SNM-PTN,
maupun nilai test masuk yang diraih pada
SBM-PTN. Dengan demikian masih banyak
peluang PTS Banyuwangi untuk menampung calon mahasiswa yang tidak termasuk
dalam kategori tersebut, baik secara langsung mendaftar setelah lulus maupun
setelah tidak diterima di PTN yang dituju. Bila kita hitung secara kasar,
jumlah siswa lulusan sekolah menengah atas SMA, SMK dan MA di Banyuwangi
sekitar 15 ribu-an. Dari jumlah tersebut bila meminjam Angka Partisipasi Kasar (APK)
perguruan tinggi lebih kurang 20%, maka ada 3.000-an anak yang melanjutkan
kuliah. Dengan daya tampung UNAIR Banyuwangi 200 orang untuk penerimaan
mahasiswa tahun ini, masih banyak peluang bagi PTS untuk meraih mahasiswa dari
putra daerah. Jumlah inipun belum tentu
diisi oleh siswa dari Banyuwangi semua, paling tidak hanya 30%-50% atau sekitar
60-100 orang saja.
Persoalan lain adalah tentang jurusan-jurusan
tertentu yang dibuka oleh UNAIR seperti Kedokteran Hewan dan Kesehatan
Masyarakat yang tidak secara langsung berkompetisi dengan jurusan-jurusan yang
sudah berkembang di Banyuwangi. Sebenarnya semakin banyak macam jurusan yang
dibuka akan semakin memperluas cakupan mahasiswa yang hadir dan sekolah di
Banyuwangi. Ini salah satu modal dasar terbentuknya kota pendidikan. Disisi lain dengan adanya kedua jurusan
rumpun kesehatan ini mungkin dapat menjadi akses bagi lembaga atau instansi
kesehatan seperti Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi untuk
bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran UNAIR yang terkenal baik dan menjadi
rujukan se-Indonesia. Akan halnya jurusan Budidaya Perairan dan Akuntansi yang ternyata
sama dengan jurusan yang sudah ada, dapat dijadikan benchmark bagi PTS di Banyuwangi untuk mengawal kualitas jurusannya
sendiri sehingga bisa diajak kerjasama untuk meningkatkan performa. Sejumlah PTS
di Banyuwangi perlu mempunyai benchmark untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran, penelitian dan kegiatan akademis lainnya
agar dapat berdiri sejajar dengan Perguruan Tinggi Negeri seperti yang
ditunjukkan oleh Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Petra Surabaya,
Universitas Guna Dharma karena secara psikologis kehadiran lembaga qualified yang dekat secara geografis akan
memacu pembenahan manajemen di segala sisi.
Manfaat lain dari kehadiran PTN di
kota gandrung ini, menjadikan Banyuwangi sebagai kota pelajar, yang akan
mengundang calon mahasiswa dari berbagai kota dan propinsi di Indonesia untuk datang,
sehingga perkembangan ini akan menghidupkan PTS-PTS untuk menjadi alternatif,
seperti halnya yang terjadi di kota Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Surabaya dan
kota-kota pelajar lainnya. Hadirnya UNAIR justru menjadi magnet yang memperluas
akses Banyuwangi untuk menerima mahasiswa dari seluruh Indonesia, sehingga
menguntungkan Banyuwangi dari sisi
ekonomi dan budaya. Dari sisi ekonomi, terjadi arus dana yang cukup signifikan
dari Kementerian Pendidikan dan kebudyaan di PTN yang dimaksud untuk keperluan
belanja akademik, penelitian, pengabdian masyarakat, seminar dan sebagainya. Disamping
itu kiriman dari orang tua mahasiswa yang berasal dari berbagai penjuru juga
ikut menambah jumlah arus dana yang masuk . Perputaran uang yang cukup banyak
ini akan menggerakkan roda ekonomi rakyat dengan menyediakan segala fasilitas
bagi tugas belajar mereka selama di Banyuwangi. Dari sisi kebudayaan, seni
budaya Osing akan dikenal luas oleh masyarakat dari seluruh Indonesia.
Disisi lain ada pemikiran bahwa dengan
hadirnya PTN tersebut, justru menahan putra daerah yang akan pergi study ke kota
lain untuk tetap tinggal di kampung halamannya guna efisiensi biaya operasional
study yang dapat meringankan beban orang tua. Implikasinya adalah menahan capital flight yang selama ini terlepas
ke kota lain. Ada berapa banyak biaya operasional yang dikeluarkan oleh orang
tua dalam membiaya anak kuliah, seperti biaya pemondokan, konsumsi,
transportasi, fotocopy, pulsa, pembelian
keperluan sehari-hari, dan lain sebagainya. Bila setiap tahun ada 100 orang
saja anak Banyuwangi yang bisa tertahan di kampung halamannya untuk study, maka
ada lebih kurang 1 Milyar potensi uang yang tetap berputar di kota sendiri dan
tidak lepas ke kota lain. Justru Banyuwangi akan kemasukan uang dari mahasiswa
yang berasal dari kota lain yang jumlahnya tidak jauh beda dengan hitungan
sebelumnya. Belum lagi bila saat wisuda tiba, dimana tiap mahasiswa
menghadirkan orang tua dan sanak famili untuk hadir dan belanja pernak-pernik
khas kota Banyuwangi. Multiefek ini sangat bagus pengaruhnya bagi tumbuhnya
sektor ekonomi mikro dan bidang jasa, atau dengan kata lain hampir semua varian
ekonomi rakyat yang ditawarkan laku untuk dijual.
Hal lain dari manfaat kehadiran PTN
di Banywangi adalah mengisi kekosongan jurusan yang tidak ada di PTS-PTS,
sehingga dengan makin banyaknya ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) lulusan dari
berbagai bidang keahlian di Banyuwangi, akan semakin sinergis dengan perkembangan
kota yang semakin maju di masa depan. Perkembangan suatu kota tidak luput dari
kebutuhan terhadap ketersediaan SDM yang menangani banyak bidang. Tantangan
yang dihadapi Banyuwangi tidak semakin ringan dengan makin tumbuhnya industri
manufaktur, industri jasa, bahkan industri pertambangan. Bila SDM dari putra
daerah tidak mempu menjawab perkembangan kota, maka tidak dapat dipungkiri
adanya introdusir warga dari kota lain yang akan mengisi kekosongan tersebut. Padahal
tujuan utama dari masuknya industri tidak sekedar meningkatkan income daerah, tetapi yang lebih penting
masyarakat Banyuwangi bisa menjadi tuan di kampung halamannya sendiri.
Manfaat berikutnya adalah terbukanya
peluang bagi PTS untuk membuka jurusan yang sejenis, untuk menampung calon
mahasiswa yang tidak diterima di UNAIR Ada kecenderungan bahwa niat seseorang
untuk sekolah ke suatu tempat bisa jadi dari ketertarikan terhadap kota
tersebut. Di samping itu dengan membuka jurusan yang sejenis, PTS dapat
langsung bertindak sebagai penampung dan sister
department dari jurusan yang dimaksud. Mengenai sumberdaya pengajar, bisa
melalui dua skenario yakni memberi kesempatan dosen UNAIR yang homebase di Banyuwangi
untuk mengajar sore atau memanfaatkan putra-putra Banyuwangi yang telah lulus
dari jurusan tersebut setelah melanjutkan ke program Magister.
Dari
uraian tersebut masyarakat dapat menilai bersama bahwa kehadiran PTN memberikan
efek positif bagi perkembangan kota Banyuwangi yang akseleratif. Dalam waktu
dekat memang perlu penyesuaian-penyesuaian bagi PTS di Banyuwangi dalam rangka
merespon kehadiran UNAIR, dan Pemerintah Daerah wajib menjadi pendamping yang
bijaksana agar program yang dicanangkan ini justru akan menghasilkan win-win solution, karena bagaimanapun
juga PTS di Banyuwangi adalah aset masyarakat yang telah banyak berjasa bagi
pemerataan pendidikan perguruan tinggi di Banyuwangi.
*Putra Daerah, Dosen Universitas Jember
(Diterbitkan di Radar Jember, Jumat18 Juli 2014, halaman 40)
http://issuu.com/alsod/docs/18_juli_web_280fa6fda4f872#signin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar