Senin, 12 Januari 2015

Menakar Manfaat Kehadiran PTN di Banyuwangi

  Slamet Hariyadi*

            Pembukaan Perguruan Tinggi Negeri ketiga di Banyuwangi setelah Politeknik Negeri Banyuwangi (Poliwangi) dan Sekolah Pilot Loka Pendidikan dan Pelatihan Penerbang Banyuwangi (LP3B) telah menimbulkan silang pendapat yang berkepanjangan. Ada banyak yang khawatir terhadap adanya pasal pelanggaran aturan, disusul lagi tensi kompetisi yang signifikan diantara para penyelenggara pendidikan di tingkat lokal, membuat persoalan ini berkelanjutan. Apalagi Universitas Airlangga (UNAIR) sebagai pihak yang ditunjuk Pemerintah Daerah merupakan Perguruan Tinggi Negeri The Best Ten di Indonesia, membuat pelaku penyelenggara pendidikan berpikir dua kali untuk bersaing di level yang sama. Namun setelah ditandatanganinya MoU oleh Bupati Banyuwangi dan Rektor UNAIR, disaksikan Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud dan Ketua DPRD Banyuwangi pada 10 Juni 2014 lalu, mari kita analisis bersama untuk menakar manfaat kehadiran PTN di Banyuwangi. 
Persoalan pertama adalah kekhawatiran PTS mengalami penurunan pendaftar akibat hadirnya PTN besar di Banyuwangi. Kalaupun perasaan ini sempat muncul masih dalam pemikiran yang wajar tetapi perlu didiskusikan lagi, mengingat segmentasi calon mahasiswa yang akan masuk UNAIR tidak sama dengan segmentasi yang akan memilih PTS di Banyuwangi. Calon mahasiswa dengan prestasi dan nilai yang memadai tentunya yang berani masuk ke UNAIR karena passing-grade di jurusan-jurusan pilihan yang ada menuntut pencapaian nilai yang tinggi pula, baik  dari sisi kualifikasi sekolah asal, prestasi akademik atau non akademik yang dicapai selama di bangku sekolah pada SNM-PTN, maupun nilai test masuk  yang diraih pada SBM-PTN. Dengan demikian  masih banyak peluang PTS Banyuwangi untuk menampung calon mahasiswa yang tidak termasuk dalam kategori tersebut, baik secara langsung mendaftar setelah lulus maupun setelah tidak diterima di PTN yang dituju. Bila kita hitung secara kasar, jumlah siswa lulusan sekolah menengah atas SMA, SMK dan MA di Banyuwangi sekitar 15 ribu-an. Dari jumlah tersebut bila meminjam Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi lebih kurang 20%, maka ada 3.000-an anak yang melanjutkan kuliah. Dengan daya tampung UNAIR Banyuwangi 200 orang untuk penerimaan mahasiswa tahun ini, masih banyak peluang bagi PTS untuk meraih mahasiswa dari putra daerah.  Jumlah inipun belum tentu diisi oleh siswa dari Banyuwangi semua, paling tidak hanya 30%-50% atau sekitar 60-100 orang saja.
 Persoalan lain adalah tentang jurusan-jurusan tertentu yang dibuka oleh UNAIR seperti Kedokteran Hewan dan Kesehatan Masyarakat yang tidak secara langsung berkompetisi dengan jurusan-jurusan yang sudah berkembang di Banyuwangi. Sebenarnya semakin banyak macam jurusan yang dibuka akan semakin memperluas cakupan mahasiswa yang hadir dan sekolah di Banyuwangi. Ini salah satu modal dasar terbentuknya kota pendidikan.  Disisi lain dengan adanya kedua jurusan rumpun kesehatan ini mungkin dapat menjadi akses bagi lembaga atau instansi kesehatan seperti Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi untuk bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran UNAIR yang terkenal baik dan menjadi rujukan se-Indonesia. Akan halnya jurusan Budidaya Perairan dan Akuntansi yang ternyata sama dengan jurusan yang sudah ada, dapat dijadikan benchmark bagi PTS di Banyuwangi untuk mengawal kualitas jurusannya sendiri sehingga bisa diajak kerjasama untuk meningkatkan performa. Sejumlah PTS di Banyuwangi perlu mempunyai benchmark untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, penelitian dan kegiatan akademis lainnya agar dapat berdiri sejajar dengan Perguruan Tinggi Negeri seperti yang ditunjukkan oleh Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Petra Surabaya, Universitas Guna Dharma karena secara psikologis kehadiran lembaga qualified yang dekat secara geografis akan memacu pembenahan manajemen di segala sisi.
Manfaat lain dari kehadiran PTN di kota gandrung ini, menjadikan Banyuwangi sebagai kota pelajar, yang akan mengundang calon mahasiswa dari berbagai kota dan propinsi di Indonesia untuk datang, sehingga perkembangan ini akan menghidupkan PTS-PTS untuk menjadi alternatif, seperti halnya yang terjadi di kota Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota-kota pelajar lainnya. Hadirnya UNAIR justru menjadi magnet yang memperluas akses Banyuwangi untuk menerima mahasiswa dari seluruh Indonesia, sehingga menguntungkan  Banyuwangi dari sisi ekonomi dan budaya. Dari sisi ekonomi, terjadi arus dana yang cukup signifikan dari Kementerian Pendidikan dan kebudyaan di PTN yang dimaksud untuk keperluan belanja akademik, penelitian, pengabdian masyarakat, seminar dan sebagainya. Disamping itu kiriman dari orang tua mahasiswa yang berasal dari berbagai penjuru juga ikut menambah jumlah arus dana yang masuk . Perputaran uang yang cukup banyak ini akan menggerakkan roda ekonomi rakyat dengan menyediakan segala fasilitas bagi tugas belajar mereka selama di Banyuwangi. Dari sisi kebudayaan, seni budaya Osing akan dikenal luas oleh masyarakat dari seluruh Indonesia.
Disisi lain ada pemikiran bahwa dengan hadirnya PTN tersebut, justru menahan putra daerah yang akan pergi study ke kota lain untuk tetap tinggal di kampung halamannya guna efisiensi biaya operasional study yang dapat meringankan beban orang tua. Implikasinya adalah menahan capital flight yang selama ini terlepas ke kota lain. Ada berapa banyak biaya operasional yang dikeluarkan oleh orang tua dalam membiaya anak kuliah, seperti biaya pemondokan, konsumsi, transportasi,  fotocopy, pulsa, pembelian keperluan sehari-hari, dan lain sebagainya. Bila setiap tahun ada 100 orang saja anak Banyuwangi yang bisa tertahan di kampung halamannya untuk study, maka ada lebih kurang 1 Milyar potensi uang yang tetap berputar di kota sendiri dan tidak lepas ke kota lain. Justru Banyuwangi akan kemasukan uang dari mahasiswa yang berasal dari kota lain yang jumlahnya tidak jauh beda dengan hitungan sebelumnya. Belum lagi bila saat wisuda tiba, dimana tiap mahasiswa menghadirkan orang tua dan sanak famili untuk hadir dan belanja pernak-pernik khas kota Banyuwangi. Multiefek ini sangat bagus pengaruhnya bagi tumbuhnya sektor ekonomi mikro dan bidang jasa, atau dengan kata lain hampir semua varian ekonomi rakyat yang ditawarkan laku untuk dijual.
Hal lain dari manfaat kehadiran PTN di Banywangi adalah mengisi kekosongan jurusan yang tidak ada di PTS-PTS, sehingga dengan makin banyaknya ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) lulusan dari berbagai bidang keahlian di Banyuwangi, akan semakin sinergis dengan perkembangan kota yang semakin maju di masa depan. Perkembangan suatu kota tidak luput dari kebutuhan terhadap ketersediaan SDM yang menangani banyak bidang. Tantangan yang dihadapi Banyuwangi tidak semakin ringan dengan makin tumbuhnya industri manufaktur, industri jasa, bahkan industri pertambangan. Bila SDM dari putra daerah tidak mempu menjawab perkembangan kota, maka tidak dapat dipungkiri adanya introdusir warga dari kota lain yang akan mengisi kekosongan tersebut. Padahal tujuan utama dari masuknya industri tidak sekedar meningkatkan income daerah, tetapi yang lebih penting masyarakat Banyuwangi bisa menjadi tuan di kampung halamannya sendiri.
Manfaat berikutnya adalah terbukanya peluang bagi PTS untuk membuka jurusan yang sejenis, untuk menampung calon mahasiswa yang tidak diterima di UNAIR Ada kecenderungan bahwa niat seseorang untuk sekolah ke suatu tempat bisa jadi dari ketertarikan terhadap kota tersebut. Di samping itu dengan membuka jurusan yang sejenis, PTS dapat langsung bertindak sebagai penampung dan sister department dari jurusan yang dimaksud. Mengenai sumberdaya pengajar, bisa melalui dua skenario yakni memberi kesempatan dosen UNAIR yang homebase di Banyuwangi untuk mengajar sore atau memanfaatkan putra-putra Banyuwangi yang telah lulus dari jurusan tersebut setelah melanjutkan ke program Magister.
            Dari uraian tersebut masyarakat dapat menilai bersama bahwa kehadiran PTN memberikan efek positif bagi perkembangan kota Banyuwangi yang akseleratif. Dalam waktu dekat memang perlu penyesuaian-penyesuaian bagi PTS di Banyuwangi dalam rangka merespon kehadiran UNAIR, dan Pemerintah Daerah wajib menjadi pendamping yang bijaksana agar program yang dicanangkan ini justru akan menghasilkan win-win solution, karena bagaimanapun juga PTS di Banyuwangi adalah aset masyarakat yang telah banyak berjasa bagi pemerataan pendidikan perguruan tinggi di Banyuwangi.

*Putra Daerah, Dosen Universitas Jember
(Diterbitkan di Radar Jember, Jumat18 Juli 2014, halaman 40)
http://issuu.com/alsod/docs/18_juli_web_280fa6fda4f872#signin


Tidak ada komentar:

Posting Komentar